Tag Archives: Liga

Sejarah Perkembangan Sepatu Sepakbola dari Masa ke Masa

Sejarah Perkembangan Sepatu Sepakbola dari Masa ke Masa – epatu sepakbola yang ada saat ini adalah perpaduan antara teknologi, sains, dan seni. Sepatu tidak hanya dirancang untuk meningkatkan performa pemain sepakbola, namun juga terlihat menarik saat dikenakan. Hal ini tentu sangat berbeda dengan sepatu sepakbola di masa lalu. Dari masa ke masa, sepatu sepakbola mengalami banyak perubahan seiring berkembangnya zaman.

Sepatu sepakbola pertama yang pernah terekam sejarah berasal dari tahun 1526. Sepatu ini adalah milik King Henry VIII yang ditemukan oleh ahli tekstil dari Universitas Southampton, Maria Hayward. Dari temuannya ini, Hayward menjelaskan bahwa sepatu sepakbola tertua ini memiliki harga sekitar 4 Shillings atau senilai sekitar $100 saat ini.

Sepakbola pada zaman itu adalah olahraga belum memiliki aturan yang baku. Saat permainan berlangsung, jumlah pemain bisa mencapai ratusan dan cenderung mengandung kekerasan. Banyak kerajaan yang kemudian melarang rakyatnya memainkan sepakbola pada zaman itu. King Henry VIII juga sempat melarang permainan sepakbola pada tahun 1540 kunjungi nonton bola online.

Sepatu sepakbola pertama yang terekam sejarah milik King Henry VIII

Belum ada temuan lain terkait sepatu sepakbola yang digunakan di masa lalu hingga memasuki tahun 1800-an. Ketika itu sepakbola menjadi permainan yang sangat populer di Inggris. Namun, di awal tahun 1800-an juga belum banyak sepatu yang spesifik digunakan untuk bermain sepakbola. Kebanyakan hanya menggunakan sepatu kerja atau sepatu yang mereka gunakan sehari-hari.

Sepatu yang digunakan untuk bermain sepakbola pada zaman ini biasanya dilengkapi dengan besi di bagian ujung kaki. Sepatu ini sangat kaku dan berat sehingga tidak memudahkan penggunanya untuk berlari dan menendang. Beberapa melengkapi sepatunya dengan lempengan besi atau paku untuk menambah cengkraman sepatu dengan tanah. Bagian ini juga sering digunakan para pemain bola saat itu untuk mencederai lawan.

Setelah Asosiasi Sepakbola Inggris (FA) terbentuk, baru kemudian dibuat aturan terkait sepatu sepakbola. Pada aturan nomor 13 dilarang menggunakan sepatu dengan lempengan besi atau paku di bagian sol sepatu. Aturan ini berlaku hingga akhir tahun 1800-an sebelum FA kemudian membuat aturan baru.

Pada tahun 1891, FA membuat aturan terkait penggunaan paku atau yang saat ini sering kita sebut pul di bagian bawah sepatu sepakbola. Terdapat beberapa aturan terkait pul sepatu sepakbola yang dibuat FA, salah satunya adalah tidak boleh berbentuk runcung dan berukuran minimal 0,5 inchi. Tujuannya tentu saja agar tidak membahayakan lawan, namun tetap berguna untuk membuat sepatu tidak licin saat berlari di permukaan tanah.

Pada awal tahun 1900-an sepatu yang spesifik digunakan untuk bermain sepakbola mulai diproduksi masal. Sepatu sepakbola dibuat dari bahan kulit yang tebal dengan desain yang menutupi bagian pergelangan kaki. Berat masing-masing sepatu ini mencapai 500gram dan menjadi semakin lebih berat saat dalam keadaan basah. William Shillcock adalah salah satu pembuat sepatu sepakbola yang banyak digunakan pemain-pemain sepakbola di Inggris dan Skotlandia kala itu.

Sepatu sepakbola awal tahun 1990-an

Berawal dari sini, mulai muncul perusahaan-perusahaan sepatu yang memproduksi sepatu sepakbola. Beberapa nama besar kala itu ada Gola dan Valsport and Hummel. Gola didirikan pada tahun 1905 yang juga menjadi penyedia sepatu bagi tentara Inggris pada masa perang dunia.

Dassler bersaudara mulai dikenal sebagai salah satu produsen sepatu sepakbola pada tahun 1920. Awalnya mereka memproduksi sepatu atletik yang juga memiliki pul di bawahnya. Sepatu mereka digunakan sprinter tercepat di dunia kala itu, Jesse Owens, pada Olimpiade 1936. Namun, seperti yang kita sudah ketahui, dua bersaudara ini kemudian pecah kongsi. Mereka akhirnya membuka merk sepatunya masing-masing, Rudolf Dassler dengan Puma, dan Adolf Dassler dengan Adidas.

Pasca perang dunia kedua, perkembangan sepatu sepakbola semakin pesat. Di Amerika Selatan, sepatu sepakbola dibuat dengan bahan yang lebih ringan dan lentur. Hal ini bertujuan untuk membuat para pemain lebih nyaman saat berlari dan menendang bola.

Di Eropa, Persaingan Rudolf dan Adi Dassler menjadi salah satu pemicu perkembangan sepatu sepakbola. Adi Dassler memperkenalkan sepatu sepakbola dengan pul yang bisa diganti. Sepatu ini kemudian mencetak sejarah saat mengantarkan tim Jerman Barat menjadi juara di Piala Dunia 1954.

Jerman Barat bertemu dengan Hungaria yang kala itu sedang memiliki generasi emas dengan keberadaan Ferenc Puskas dan kawan-kawan. Jerman kalah telak atas Hungaria dengan skor 8-3 pada fase grup. Kedua negara ini kemudian bertemu kembali di babak final yang kemudian dikenal sebagai “Miracle of Bern”.

Pertandingan berlangsung dalam guyuran hujan yang lebat. Skor dalam kondisi imbang 2-2 saat babak pertama berakhir. Lapangan yang becek membuat sepatu setiap pemain penuh dengan lumpur. Adolf Dassler yang ketika itu menjabat sebagai Kit Manajer Jerman Barat langsung bertindak cepat dengan menggantik pul sepatu setiap pemain Jerman Barat. Kala itu, mengganti pul membutuhkan waktu yang lama dan biasanya hanya dilakukan saat sepatu mengalami kerusakan.

Teknologi terbaru yang dipasang pada sepatu milik Adi Dassler tersebut mampu mengganti pul sepatu dalam waktu singkat. Hasilnya, para pemain Jerman keluar dengan sepatu yang seperti baru pada babak kedua. Sementara itu, pemain Hungaria yang menggunakan sepatu penuh lumpur sangat mudah terpeleset saat berlari. Jerman Barat kemudian berhasil mencetak gol ketiga dan membawa mereka menjadi juara di Piala Dunia tersebut.

Memasuki akhir tahun 1950-an fokus perkembangan sepatu sepakbola mulai berubah dari bagian sol ke bagian kulit atas atau yang disebut ‘Upper’. Sepatu sepakbola tidak lagi dibuat dengan menutupi bagian pergelangan kaki, melainkan dibuat pendek sampai di bawah mata kaki. Hal ini memudahkan para pemain untuk berlari lebih kencang dan bergerak lebih lincah.

Pada masa ini, transportasi udara sudah mulai bisa dinikmati oleh banyak pihak. Pertandingan antar negara dari berbagai benua pun mulai sering dilakukan. Pecinta sepakbola mulai kagum dengan permainan pemain-pemain asal Amerika Latin yang sangat lincah dan penuh dengan seni.

Hal inilah yang menjadi pendorong model baru sepatu sepakbola yang tidak lagi menutupi pergelangan kaki. Sepatu sepakbola tidak lagi difokuskan untuk melindungi kaki para pemain, melainkan untuk memaksimalkan pergerakan para pemain. Bahan yang digunakan untuk membuat pul pun menggunakan bahan yang lebih ringan sehingga pemain bisa bergerak lebih bebas.

Ilmu pengetahuan dalam sepakbola pun sudah semakin berkembang di masa ini. Pemain semakin menyadari bahwa peran berbeda di lapangan tentu membutuhkan alat bantu yang berbeda pula. Untuk itu, sepatu yang lebih ringan belum tentu akan menguntungkan bagi setiap pemain. Beberapa pemain justru membutuhkan sepatu yang lebih berbobot untuk mendapatkan tendangan yang lebih kencang.

Dari sini, sepatu sepakbola dibuat dalam bentuk yang berbeda-beda. Material yang digunakan pun berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan para pemain. Tidak hanya itu, terdapat satu komponen lain yang mulai dimasukan pada sepatu sepakbola, seni.

Sebelumnya semua sepatu sepakbola hanya berwarna hitam atau coklat. Variasi hanya ada pada bentuk sepatu, namun tetap menggunakan dua warna tersebut. Pada tahun 1970, dalam pertandingan Charity Shield antara Chelsea melawan Everton, Alan Ball yang ketika itu membela Everton menggunakan sepatu berwarna putih.

Sepatu putih tersebut adalah hasil kerja samanya dengan salah satu merk sepatu asal Jerman yang ingin masuk ke pasar Inggris saat itu, Hummel. Yang menarik, pada pertandingan tersebut Hummel belum bisa menyediakan bentuk sepatu yang diinginkan oleh Ball. Akhirnya, Ball menggunakan sepatu Adidas yang Ia cat putih dan dibuat menyerupai desain sepatu milik Hummel.

Meski begitu, strategi marketing Hummel tersebut bisa dibilang sangat berhasil. Komentator berkali-kali menyebut sepatu putih milik Ball dan banyak foto close up yang mengarah ke sepatu ball di berbagai media massa. Hasilnya, penjualan Hummel di Inggris setelah pertandingan tersebut melonjak hingga 2 kali lipat.

Selain variasi warna, tahun 1970 juga memulai era sponsor sepatu pada pemain sepakbola. Pele memulai sponsor sepatu saat menggunakan Puma King di Piala Dunia 1970. Sejak itu banyak pemain-pemain bintang yang kemudian menjadi hal yang sangat lumrah di tahun 1990-an hingga sekarang.

Tahun 1971, Nike meluncurkan sepatu sepakbola pertamanya. Sepatu berwarna hitam dan menonjolkan logo nike yang berwarna putih ini tidak cukup berhasil menarik perhatian pasar. Pada saat itu, fokus perusahaan asal Amerika Serikat ini memang masih di olahraga lari, tenis, dan bola basket.

Persaingan sepatu sepakbola masih dipegang oleh dua brand besar Adidas dan Puma. Puma mensponsori dua pemain paling legendaris di dunia sepakbola, Pele dan Diego Maradona. Sementara itu, Adidas meluncurkan Adidas Copa Mundial, sepatu sepakbola dengan jumlah penjualan terbesar hingga saat ini.

Adidas Copa Mundial diluncurkan tahun 1979 dan menjadi sepatu dengan penjualan terbesar
Nike baru mulai bersaing dengan Adidas dan Puma pada Piala Dunia 1994. Ketika itu Nike Tiempo Premier Boots dipakai oleh 22 pemain pada Piala Dunia yang berlangsung di Amerika Serikat tersebut. Sejak itu, Nike mulai merebut posisi Puma sebagai pesaing Adidas dalam perebutan pasar sepatu sepakbola.

Kedua brand ini kemudian terus bersaing dengan inovasi-inovasi terbarunya di dunia sepatu sepakbola. Adidas meluncurkan Predator touch dengan model pul yang berbentuk seperti pedang di tahun 1996. Nike kemudian meluncurkan Nike Mercurial sebagai sepatu super ringan dengan bobot hanya 200 gram.

Persaingan yang masih terus berlangsung hingga sekarang berbagai jenis sepatu sepakbola dengan keunikannya masing-masing. Hingga kini, kedua merk sepatu ini menguasai 70% pasar sepatu sepakbola di seluruh dunia.

Memasuki era millennium, inovasi sepatu sepakbola semakin beragam. Bagi pemain profesional, sepatu sepakbola bahkan dibuat spesifik sesuai kebutuhan permainan dan bentuk kaki sang pemain. Customization dimulai, dimana setiap brand memberikan sepatu dengan label pemain-pemain tertentu. Hal ini membuat nilai jual sepatu brand tersebut semakin meningkat.

Teknologi yang semakin maju dipadukan dengan ilmu pengetahuan dan seni membuat sepatu sepakbola menjadi sangat beragam. Setiap bagian dari sepatu sepakbola memiliki variasinya sendiri, yang memberikan keunikan tersendiri dari sepatu tersebut. Baik itu untuk meningkatkan performa pemain, maupun estetika desain. Dan perkembangan ini masih terus berlanjut. Masih akan lahir inovasi-inovasi terbaru sepatu sepakbola yang mungkin belum terbayangkan pada saat ini.

Rekor-rekor Fantastis Thomas Mueller

Rekor-rekor Fantastis Thomas Mueller -Bayern akhirnya kembali dominan di bawah kendali Hansi Flick yang naik pangkat menjadi pelatih utama. Tanpa ragu, Thomas Mueller memperpanjang masa kebersamaan kelima kalinya bersama die Roten sampai tahun 2023.

Di tengah pandemi global Covid-19, Mueller menandatangi kontrak kerja dengan prosedur social distancing. Memakai masker dan mengatur jarak bagi sang juru tafsir ruang.

Rasanya tidak ada lagi pemain yang punya julukan spesifik dengan istilah geometri. Jarak kerap diasosikan dengan ‘ruang dan waktu’. Frase ‘jarak ruang dan waktu’ teramat sering muncul dalam keseharian. Keduanya memang poin penentu konteks kunjungi Agen Judi Bola Online Terpercaya. Dua-duanya variabel penting dalam permainan Mueller. Ketika sekarang semua orang menyadari pentingnya jarak satu sama lain dalam kondisi social distancing, Mueller lebih dulu menerapkannya di lapangan hijau.

Kolumnis The Guardian, Jonathan Liew menyebut tidak ada pemain yang lebih tepat untuk era sepak bola hantu (Geisterspiel, pertandingan tanpa penonton) Bundesliga saat ini selain Thomas Mueller. ‘Pemain hantu’ untuk ‘pertandingan hantu’, Thomas Mueller cocok untuk duel di masa pandemi. Begitu sebut Liew.

Apa boleh bikin, Mueller memang tampak tidak menonjol di banyak laga. Dengan gerakkannya di lapangan, sampai sekarang keraguan apakah dia benar-benar bisa bermain bola tidak kunjung hilang. Tidak ada aksi individual mencolok.
Tahu-tahu dia tampil sebagai pemain inti, mencetak gol, timnya menang, menjadi juara, juara lagi, dan juara lagi. Dengan ragam raihannya yang fenomenal, terkesan Mueller kurang diapresiasi sebagai megabintang.

Bagaimana mungkin bisa begitu? Sekarang, dia berjarak sangat dekat dengan status sebagai pengoleksi gelar Bundesliga terbanyak dengan sembilan kali. Dalam hitungan pekan, dia siap menyamai rekor Ribery. Dia termasuk segelintir orang yang sanggup menjuarai Bundesliga, Liga Champions, dan Piala Dunia. Dia top skor keempat Bayern di bawah Gerd Mueller, Robert Lewandowski, dan Karl-Heinz Rummenigge.

Tinggal sembilan laga lagi, Mueller menggeser Oliver Kahn sebagai penggawa Super Bayern dengan jumlah kemengan Bundesliga terbanyak. Bahkan Mueller melakukannya dengan jumlah yang lebih sedikit, 347 berbanding 429 laga milik Kahn.

Konsistensinya patut diacungi jempol. Hanya absen 26 laga dalam 10 musim di Liga Jerman. Dalam kurun waktu tersebut, hanya Robert Lewandowski dan Marco Reus yang mencetak gol lebih banyak dari die Raumdeuter. Plus, selalu membukukan double-double alias dua digit angka pada perolehan gol dan asis pada lima musim awal karier.
Rekor menohok teranyar, torehan 20 asis dalam semusim yang dia buat. Dia berkesempatan mengangkangi capaian Kevin De Bruyne pada musim 2014-15 dengan 21 asis. Ada tiga laga tersisa untuknya untuk menyabet rekor tersebut.

Setelah mandek di tangan Kovac, Mueller langsung kejar setoran mencetak 16 asis di bawah kendali Flick. Belakangan ini, Flick disamakan dengan Heynckes dalam soal memberikan kenyamanan bagi skuat Bayern yang setiap musim dominan.

Dia mengerti betul mengoptimalisasi peran para bintang FC Hollywood. Tidak ada upaya menciptakan ketakutan dari ketidakpastian cara bermain. Menekankan untuk tetap fokus, tanpa lupa membuat mereka senang.

Termasuk pendekatannya kepada Mueller. Sebab dua pelatih sudah terdepak, karena melengserkan Mueller dari skuat inti.

Soal penciptaan jumlah asis yang drastis, tidak terlepas dari gaya main Mueller sedari awal karier. Dia enggan dianggap sebagai striker tipe poacher, yang sebetulnya sangat dekat dengan karakter Mueller.
Dia sendiri menyebut posisinya sebagai percampuran ujung tombak dan gelandang. Bermodal insting tajam demi mendulang gol.

“Dia tidak siap bermain konsisten sepanjang 90 menit, tapi dia menyajikan banyak gol! Itu yang terpenting dalam sepak bola,” ucap asisten pelatih Bayern Muenchen, Hermann Gerland.
Kutipan singkat padat yang mengemuka di awal kariernya masih relevan sampai sekarang. Pengungkapan termudah perihal tipe permainannya.

Lokasi beredar Mueller kebanyakan di belakang penyerang. Di atas kertas biasanya dia diplot di sayap kanan, tapi saat laga berjalan dia punya peran bebas untuk menopang penyerang tunggal yang Lewandowski tempati.
Mueller senang mengasosiakan diri selaku penyerang serba bisa. Makanya, hanya dua musim perolehan gol atau asisnya tidak menembus dua digit angka. Termasuk arahan Niko Kovac yang menyebabkannya.

Peran Mueller sebagai pencipta asis jempolan semakin kasat mata justru sejak musim kepelatihan Carlo Ancelotti. Pada musim perdana Don Carlo, Mueller memecahkan rekor personal dengan 12 asis. Disusul 14 asis semusim berselang.
Ini tidak lepas dari koneksinya dengan Lewandowski yang kadung berjalan enam musim. Hampir sepertiga asis Mueller dilahap penyerang Polandia. Khusus musim ini, Mueller menyumbang delapan asis dari total 30 gol yang Lewandowski garap.

Ketika Mueller sanggup mengelabui pemain belakang dengan pergerakan tanpa bola, dia tidak lagi langsung mencocor bola ke gawang. Dia mencari Lewandowski yang insting mencetak golnya amat keji. Perubahan gaya main yang penting untuk klub, tapi persoalan tersendiri untuk tim nasional. Memengaruhi kinerjanya bersama die Nationalmannschaft.
Setelah mengantungi gelar top skor, pemain terbaik, dan trofi Piala Dunia, performa Mueller mangkrak. Nol gol di Piala Eropa 2016 dan ikut hancur dalam reruntuhan tim Piala Dunia 2018. Puncaknya, pelatih Joachim Loew enggan memakai jasa Mueller lagi, bersama Mats Hummels dan Jerome Boateng.

Sebuah retak yang lain dalam kariernya. Dia pernah mencak-mencak kalau pertandingan kualifikasi melawan San Marino tidak penting tergelar. Setelah federasi negara tersebut tersinggung, dia berkelit komentarnya salah diterjemahkan.

Sementara, perihal konfrontasi terbuka dengan Loew menjadi konflik ketiga antara Mueller dengan pelatih yang diketahui publik. Pada kasus Bayern, Mueller mungkin lebih besar dari profil dua pelatih yang menangani klub Bavaria. Pada kasus timnas, dia tidak bisa begitu.
Apalah, sedari awal kita mengenal Mueller tidak berniat memainkan sepak bola level top secara ‘normal’. Apa daya, ‘normal’ perlu didefiniskan ulang saat mengulas Mueller yang paham tidak memiliki kemampuan seperti pesepak bola elite kebanyakan. Untungnya, dia lebih paham mengoptimalisasi bagian terpenting dalam permainan yang banyak orang luput.

Tidak salah memiliki impresi, “Ini orang apa hebatnya?”. Pada titik tertentu mungkin saja ada pertanyaan mentah, “Kok dia bisa main bola, ya?” kalau mengamatinya sekilas belaka. Namun itulah Mueller.
Humornya, kecanggungannya, dan ‘ketidak normalannya’ justru yang paling harus dicerna.
“Meep… Meep… Si Road Runner (Alphonso Davies) mendahului lawan dan mencuri bola,” komentarnya soal kecepatan Davies saat menang 1-0 dari Dortmund.

Bentuk lawakan sebagai apresiasi besarnya. Mungkin pula balasan untuk bek kiri Kanada bercanda lewat Tiktok soal gaya selebrasi gol Mueller yang selalu kikuk. Hanya berjingkrak, berteriak, dan mengangkat tangan. Mirip kegembiraan bocah akademi yang mencetak gol perdana.